MASALAH SOSIAL LOKAL
Sepanjang reformasi ini tidak lekang
ingatan kita ketika otonomi daerah hanya dipandang dari sisi keuangan saja.
Otonomi daerah dianggap sebagai ajang eksplorasi pendapatan asli daerah (PAD)
semata. Tidak disadari dengan adanya otonomi daerah masyarakat justru makin terjepit
dalam kondisi biaya ekonomi tinggi (high cost economy). Hal ini dapat dilihat
dengan adanya gerakan yang besar dari pemerintah daerah untuk menaikkan pajak
dan retribusi yang ada dalam segala komoditas wilayah-wilayah piblik di
masyarakat. Tak kalah ironis pula ketika otonomi daerah justru ditanggapi oleh
daerah-daerah sebagai penyekatan secara tegas wilayah-wilayah antardaerah
secara horisontal dan penyekatan hirarki organisasi secara vertikal. Kabupaten
atau kota satu menganggap dirinya sangat otonom dan lepas dari keberadaan
kabupaten atau kota di sekitarnya. Kecenderungan ini menunjukkan kabupaten dan
kota tidak lagi memandang posisi penting pemerintah propinsi dan bahkan
pemerintah pusat. Jelas bahwa kondisi ini bila dibiarkan berlarut-larut tentu
akan membahayakan bagi kelangsungan integrasi bangsa sendiri. Dapat dimengerti
bahwa persoalan yang muncul di tengah perjalanan otonomi daerah selama ini
lebih disebabkan pada aspek implementasi. Menanggapi hal ini kita tentu perlu
untuk melakukan tinjauan dan evaluasi kritis terhadap otonomi daerah, utamanya
dalam kaitan bagaimana demokrasi lebih prospektif dijalankan. Padahal tujuan
politik otonomi daerah (desentralisasi) adalah untuk menciptakan hubungan yang
lebih adil dan terbuka antara Pusat dengan
Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan. Kesatuan dapat direkatkan dalam suasana
politik desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberi
kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk melaksanakan pemerintahannya.
Cita-cita ideal seperti ini bukan sesuatu yang mudah dikerjakan. Indonesia
sendiri berpengalaman dalam menentukan corak desentralisasi dengan
bermacam-macam undang-undang. Target dan capaiannya adalah penataan hubungan
kepemerintahan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan ciri khas Indonesia
sebagai bangsa dan negara. Pemerintahan lokal yang otonom dan mandiri memiliki
mensyaratkan hal-hal seperti berikut, bahwa pemerintah lokal mempunyai
teritorium yang jelas, memiliki status hukum yang kuat untuk mengelola
sumberdaya dan mengembangkan lokal sebagai lembaga yang mandiri dan independen.
Ini tentu harus didukung oleh kebijakan yang menyiratkan bahwa kewenangan
pemerintah pusat sangat kecil dan pengawasan yang dilakukannya lebih bersifat
tak langsung.