Senin, 07 Januari 2013

Ilmu Sosial Dasar Internasioanal


Sejak tanggal 10 sampai tanggal 14 Juni 2010 di Hong Kong Convention Center diselenggarakan gabungan Konperensi Dunia tentang Kesejahteraan dan Pembangunan Sosial. Konperensi yang dihadiri oleh lebih dari 2000 tenaga ahli profesional, akademisi, praktisi di bidang sosial dan pembangunan sosial, perancang sosial dan para pemangku kebijaksanaan dalam bidang pembangunan sosial tersebut disponsori bersama oleh delapan organisasi sosisal kemasyarakatan di Hong Kong yang bertindak sebagai tuan rumah serta organisasi Kesejahteraan serta Pembangunan Sosial Dunia yang anggotanya tersebar di seluruh dunia.
Para peserta konperensi diundang menjadi bagian penting yang mampu ikut serta dalam proses merumuskan agenda dunia melalui pembahasan isue-isue sosial global yang penting serta memperbincangkan masalah-masalah aktual dunia lainnya dengan saling berbagi pengetahuan dan ketrampilan, pengalaman dan strategi yang berharga sehingga dapat saling memperkaya demi peningkatan mutu pelayanan dan advokasi pembangunan sosial dan pekerjaan-pekerjaan sosial kemasyarakatan lainnya. Para peserta juga diharapkan bisa memanfaatkan pertemuan dunia itu untuk belajar dan mempergunakan forum penting tersebut untuk saling mengadakan dialog mencari solusi atau mengembangkan peran baru bagi profesional di bidang sosial menghadapi upaya untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah yang berubah dengan sangat cepat. Para peserta diharapkan juga bisa mengembangkan diskusi, menjalin kerjasama antar lembaga atau sinergi antar profesional untuk mengembangkan agenda mengembangkan upaya-upaya pembangunan di bidang sosial berbasis penduduk yang berkelanjutan

Utusan Indonesia yang terdiri antara lain dari Dr. Tjuk Kasturi Sukiadi, SE, Ketua DNIKS, Dr. Rohadi Haryanto, MSc, Sekretaris Jenderal DNIKS, Drs. Soedarmadi, Direktur Yayasan Damandiri dan Dr. Mulyono Daniprawiro, MM, Deputi Yayasan Damandiri yang dipimpin langsung oleh Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum DNIKS, menyajikan pengalaman Indonesia melaksanakan berbagai upaya pemberdayaan keluarga dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pencapaian sasaran dan target-target MDGs melalui Pos Pemberdayaan Keluarga. Penyajian materi ini dianggap menarik karena sejak ringkasannya disampaikan kepada Panitia langsung memperoleh penghargaan karena dianggap membawakan praktek pembangunan sosial berbasis penduduk yang baru dan berorientasi masyarakat. Praktek pembangunan sosial ini merupakan perluasan dari pelayanan sosial berbasis panti-panti yang dewasa ini kewalahan karena masalah sosial kemasyarakatan yang bertambah kompleks dan sangat meluas.

Dalam sajian minggu lalu itu disampaikan bahwa sukses pembangunan sosial sebenarnya pernah dilaksanakan melalui program KB nasional. Keberhsilan itu sangat tergantung pada komitmen yang kuat dari pimpinan politik, para eksekutif maupun legislatif, di tingkat pusat sampai ke tingkat akar rumput. Komitmen itu diterjemahkan menjadi gerakan operasional yang didukung partisipasi rakyat yang kuat dan stake holders lainnya. Perluasan pendekatan dari pendekatan kelembagaan seperti panti kepada pendekatan kemasyarakatan menjadikan keluarga sebagai titik sentral pemberdayaan. Perluasan itu diperlukan karena masyarakat telah berhasil melakukan transisi demografi dengan akibat membengkaknya kelompok penduduk dewasa dan lansia. Padahal kesempatan kerja tidak banyak bertambah dan kemiskinan belum bisa diatasi.

Pembangunan dan pelayanan sosial melalui Posdaya memungkinkan semua keluarga dan anggotanya memainkan peran yang positip. Setiap anggota bisa mengikuti proses pemberdayaan dalam irama sesuai semangat kebersamaan dan saling belajar dari keluarga lainnya. Proses itu memungkinkan setiap keluarga tidak mampu bisa dan harus bekerja keras dalam kebersamaan di lingkungannya. Sebaliknya keluarga mampu harus peduli dan berbagi kebaikan kepada keluarga lain, utamanya keluarga kurang mampu tanpa berpretensi sebagai keluarga dengan kemampuan yang berkelebihan. Ciri kebersamaan dan saling kasih mengasihi karena mereka bersaudara, berteman, atau bertetangga menjadi kunci kebersamaan dan kedamaian sesama anggota Posdaya.

Karena tujuan utama pemberdayaan melalui Posdaya adalah memperkuat fungsi-tungsi utama keluarga, maka program yang ditawarkan adalah usaha memperkuat delapan fungsi utama keluarga yaitu dalam bidang keagamaan, budaya, cinta kasih, perlindungan, KB dan kesehatan, pendidikan, wirausaha dan pelestarian lingkungan. Disamping itu karena upaya pemberdayaan dikaitkan dengan pencapaian sasaran dan target-target MDGs maka diupayakan pendalaman tentang penyakit menular, upaya kerjasama antar Posdaya serta kemungkinan pengembangan wawasan kewirausahaan dalam rangka kerjasama global. Upaya pemberdayaan melalui Posdaya diarahkan juga untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga, utamanya dalam ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Oleh karena itu pada pemberdayaan melalui Posdaya di desa-desa setiap keluarga mulai diajak untuk berjaya dalam bidang ekonomi bersama atau koperasi serta perhatian yang tinggi terhadap bidang pendidikan dengan mengajak semua anak usia sekolah untuk sekolah, mulai saat dini dengan mengajak orang tua balita mengirim anak balitanya ke Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD. Disamping itu setiap keluarga diharuskan memberi perhatian pada upaya mengembangkan Budaya Hidup Sehat dengan menjadikan halaman rumahnya sebagai Kebun Bergizi, serta memberi perhatian yang tinggi terhadap kesehatan ibu dan anak dengan ikut ber-KB, dengan mengusahakan setiap keluarga menjadi agen-agen pembangunan budaya bangsa dalam hidup bersama secara damai dan sejahtera.

Disamping penyajian yang bersifat resmi, para peserta dari Indonesia ikut aktif dalam setiap pertemuan untuk menggali sebanyak mungkin pengalaman dunia dalam penyelesaian masalah sosial dan pengembangan cara-cara yang lebih efektip dalam membantu pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Konperensi besar membawa manfaat yang luar biasa. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum DNIKS, www.haryono.com).

Ilmu sosial dasar Nasional


Permasalahan Sosial Utama di Indonesia
                
Kemiskinan
“Boediono: “Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Kompleks””
Wakil Presiden Boediono mengakui penanggulangan kemiskinan di Indonesia merupakan masalah kompleks dan multidimensional, mengingat komposisi penduduknya yang beragam status sosial dan ekonomi, serta geografis yang tersebar.
Wapres di New York pada Jumat ini mengikuti diskusi meja bundar yang diadakan oleh Clinton Global Initiative (CGI), dan Boediono dalam kesempatan itu menyampaikan beberapa butir pemikiran mengenai pemanfaatan teknologi untuk mempercepat pemberantasan kemiskinan. Menurut Wapres, penanggulangan kemiskinan di Indonesia berfokus pada perbaikan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Indonesia, kata Boediono, telah menyediakan anggaran dana 20% dari anggaran pendidikan untuk perbaikan kualitas pendidikan di samping menyediakan layanan dasar kesehatan untuk orang miskin secara cuma-cuma melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat. Saat ini pemerintah juga menyiapkan perubahan layanan sistem jaminan kesehatan berbasis asuransi yang mencakup seluruh penduduk sesuai amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dikatakan Wapres pula masalah kemiskinan bukan hanya dialami oleh Indonesia tapi juga merupakan masalah global. Total, kata Boediono, masih ada 1,37 miliar penduduk dunia tergolong miskin, 30 juta orang diantaranya berada di Indonesia, 465 juta orang di India, 208 juta orang di China, Asia 957 juta orang.
Wapres juga menyatakan komitmen pemerintah untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia hingga delapan persen hingga 10 persen dari jumlah penduduk tahun 2014 dari angka saat ini 13,3 persen tahun 2010. Untuk itu, kata Boediono, pemerintah sudah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang langsung diketuai Wapres untuk memastikan pencapaian target tersebut.
Analisis:
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum. Hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Kemiskinan memang bukan hal baru lagi dalam salah satu permasalahan pemerintah Indonesia yang hingga saat ini belum dapat dituntaskan pemecahannya. Karena masalah kemiskinan ini bukan baru beberapa tahun ini datang, melainkan sudah sejak bertahun-tahun yang lalu. Kemiskinan seperti menjadi salah satu ciri khas negara kita.
Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial, sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan keseluruh dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonominya sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial apabila perbedaan kedudukan ekonomi para warga masyarakat ditentukan secara tegas.
Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap
tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang.
Selain itu, jika dilihat dari sisi ilmu geografi yang membahas tentang penduduk dan lingkungannya, permasalahan kemiskinan muncul karena meledaknya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun. Ibaratnya mereka menganut prinsip banyak anak banyak rezeki. Dan jumlah penduduk yang membeludak tersebut kebanyakan bertumpuk pada satu tempat yang sama, seperti di pulau Jawa. Selain itu juga dikarenakan banyaknya atau meningkatnya jumlah pengangguran dari ke tahun, menyebabkan kemiskinan semakin menjadi momok. Terlebih karena jumlah pengemis dan gelandangan yang seolah ikut-ikutan tidak ada hentinya untuk terus bertambah.
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Dalam sudut pandang ekonomi, program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan, karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam membangun suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna untuk kebijakan pembangunan kesejahteraan daerah, perlu adanya komitmen dari pemerintah daerah dalam penyediaan dana secara berkelanjutan. Dengan adanya dana daerah untuk pengelolaan data dan informasi kemiskinan, pemerintah daerah diharapkan dapat mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibat dari kebijakan yang salah arah, dan sebaliknya membantu mempercepat proses pembangunan melalui kebijakan dan program yang lebih tepat dalam pembangunan.
Keuntungan yang diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut bahkan bisa jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara pihak-pihak yang berkepentingan, baik lokal maupun nasional atau internasional, agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan ke masyarakat miskin tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.
Diagnosa kemiskinan juga menunjukan bahwa perbaikan dalam sektor pendidikan (educational endowment) –di atas pendidikan sekolah dasar- adalah faktor kunci dalam pengentasan kemiskinan. Investasi terhadap rakyat miskin melalui pertumbuhan ekonomi, perencanaan dan penganggaran belanja yang berpihak pada masyarakat miskin adalah sangat penting. Ditambah lagi, rakyat miskin harus dapat dihubungkan dengan kesempatan-kesempatan pertumbuhan, melalui hal-hal seperti akses terhadap infrastruktur, jalan, dan kredit. Selain itu, penanggulangan tingkat pengangguran juga perlu diperhatikan dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Anak putus sekolah
“12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah”
Dalam kenyataan yang umum, tingkat pendidikan berpengaruh mutlak terhadap peluang bekerja, posisi di bidang kerja, tingkat salary dan fasilitas yang dapat dinikmati; menentukan pula terhadap perilaku individu dalam rumah tangga, tanggung jawab sosial; dan mempengaruhi bobot independensi individu di bidang sosial-politik.
Secara kasat mata saja kita sudah bisa melihat dampak langsung dari begitu besarnya angka putus sekolah di Indonesia. Pengamen cilik dan usia remaja kini bergentayangan di seluruh wilayah negeri ini. Tidak hanya di kota-kota besar, mereka hadir sampai di desa-desa dan menyebarkan kebisingan, gangguan dan kecemasan.
Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %. Adapun di tingkat SD tercatat 23 %. Sedangkan prosentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29 %. Jadi jumlah anak usia remaja yang putus sekolah tidak kurang dari 8 juta.
8 juta remaja yang masih labil dan mencari identitas diri terpaksa putus sekolah; terpaksa meninggalkan teman-temannya yang masih terus bersekolah; dan terpaksa menelan kenyataan pahit sebagai manusia yang gagal dan tereliminasi. Menurut Arist Merdeka Sirait, sebagaimana diberitakan surat kabar Kompas edisi Selasa (18/3),”Dampak ikutan, anak-anak yang berkeliaran di jalan-jalan di Jakarta juga akan terus bertambah. Setelah mereka putus sekolah tentu mereka akan berupaya membantu ekonomi keluarga dengan bekerja apa pun.”
‘Bekerja apapun’ adalah sebuah pesan yang sangat jelas, meski sengaja disampaikan secara samar. Artinya, dalam rangka stuggle for life atau demi melanjutkan gaya hidup yang terlanjur konsumtif; bisa saja mereka menjadi pedagang asongan, pengamen, pengemis, kuli panggul, pencopet, pedagang narkoba; atau menjadi pembantu rumah tangga, kawin di usia dini atau menjadi pelacur.
Analisis:
Kasus putus sekolah lebih sering diakibatkan karena kurangnya dana untuk melanjutkan pendidikan tersebut, rendahnya tingkat pemahaman akan pentingnya pendidikan, juga dikarenakan minat peserta didik itu sendiri yang lemah untuk melanjutkan pendidikannya.
Padahal jelas tercantum dalam UUD 1945, bahwa pendidikan merupakan salah satu hal pokok yang harus didapatkan setiap warga negara Indonesia. Bahkan dalam pasal 31 ayat 2 jelas dikatakan bahwa, “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
Kemudian jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang banyak disebabkan karena mahalnya biaya pendidikan, yang membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tidak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap.
Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
Selain itu, jika dilihat dari faktor psikologi, penyebab anak-anak tersebut putus sekolah adalah karena pemikiran yang terbentu di benak mereka. Mereka yang kebanyakan mengisi waktu dengan berkeliaran di jalan, menganggap hal tersebut lebih menyenangkan dari pada menghabiskan waktu di sekolah.
Untuk menangani hal ini tentu kita –negara kita- mesti lebih cermat lagi dalam mengambil langkah. Dilihat dari faktor psikologi, jika malasalah yang timbul karena rendahnya minat peserta didik itu sendiri atau karena pemikiran yang tidak berkembang, kita mestinya dapat melakukan sosialisasi akan pentingnya pendidikan tersebut. Bukan hanya pendidikan yang berupaya mengembangkan kecerdasan seseorang, tapi juga pendidikan yang mampu mengasah kemampuan seseorang dalam mengolah sesuatu. Namun, jika memang masalah utama timbul karena faktor biaya –segi ekonomi- pendidikan yang terlalu mahal. Mestinya ada pengkhususan bagi mereka yang tidak mampu untuk tetap dapat mendapatkan pendidikan.
Sekarang ini sudah banyak jenis pendidikan yang memberikan kesempatan kepada para peserta didiknya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih layak tanpa pungutan biaya yang besar, bahkan ada yang sama sekali tidak memungut satu rupiah pun dari para peserta didiknya. Baik itu bentuk pendidikan yang formal, maupun informal. Semoga saja dengan adaya hal ini, dapat mengurangi tingkat anak yang putus sekolah.
Pendidikan bisa dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda dalam sudut pandang sosiologi, yaitu sudut pandang dimensi akademik dan sudut pandang dimensi praksisnya dalam kehidupan. Apabila dimensi akademik menekankan pada pemahaman dan pengembangan ilmu, dimensi praksis berkaitan dengan implementasinya dalam kehidupan beserta dampak-dampak sosial yang mengiringinya. Sebenarnya kedua dimensi itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Antara keduanya terjalin hubungan kesalingtergantungan yang amat erat saling meningkatkan dan saling menguatkan.
Pengangguran
“Masalah Pengangguran dan Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia”
Dari 107,41 orang yang bekerja pada waktu yang sama, status pekerja utama yang terbanyak sebagai buruh/ karyawan yakni mencapai 30,72 juta atau sekitar 28,61 persen. Kemudian diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap (buru harian/ borongan) sebesar 21,92 juta orang atau 20,41 persen, dan berusaha sendiri sejumlah 20,46 juta orang atau 19,05%, sedangkan sisanya adalah berusaha dibantu buruh tetap. Jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan untuk semua golongan pendidikan mengalami kenaikan, di mana pada kuartal pertama tahun 2009 pekerja yang bekerja dengan tamatan universitas sebanyak 4,22 juta orang, untuk kuartal yang sama tahun 2010 meningkat menjadi 4,94 juta orang. Sementara untuk tenaga kerja yang bekerja dengan tamatan Diploma 1/11/III pada kuartal pertama tahun 2009 sebanyak 2,68 juta orang pada kuartal yang sama tahun 2010 naik menjadi 2,89 juta orang sementara untuk pekerja dengan pendidikan terakhir sekolah menengah kejuruan juga terjadi peningkatan, pada kuartal pertama tahun 2009 sebanyak 7,19 juta orang untuk kuartal yang sama tahun 2010
meningkat menjadi 8,34 juta orang. Dengan target pemerintah pada tahun 2010 angka pengangguran di Indonesia menjadi 8 persen, jika dilihat dari data yang ada di BPS pada kuartal pertama tahun 2010 sudah bisa dikatakan berhasil, sebab menurut data yang ada di mana angka pengangguran hanya sebesar 7,41 persen atau 8,59 juta orang. Yang menjadi pertanyaan dengan keberhasilan kuartal 1/2010 apakah angka tersebut bisa di pertahankan hingga akhir tahun 2010.
Analisis:
Masalah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia seolah sudah menjadi kawan sejati yang tidak bisa dipisahkan. Dari tahun ke tahun jumlah pengangguran yang ber-title sarjana terus bertambah, tanpa –mereka- memiliki perbekalan atau keahlian dalam bidang tertentu untuk mengatasi pengangguran itu sendiri. Serta dengan semakin sedikitnya jumlah lapangan kerja yang tersedia.
Dari segi ilmu geografi, pengangguran adalah salah satu permasalahan yang terdapat di dalamnya. Indonesia membutuhkan petumbuhan setidaknya 7,3 persen per-tahun untuk mengurangi angka pengangguran. Pertumbuhan itu bisa dicapai jika laju inflasi berkisar 4 hingga 6 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) per-hari ini mencatat ada sekitar 1,1 juta orang yang menjadi pengangguran baru di Indonesia. Jumlah tersebut merupakan jumlah anak yang tamat sekolah (perguruan tinggi) namun belum bisa diterima bekerja.
Sedangkan jika dilihat dari segi ilmu ekonomi, meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang, tetapi juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam, misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tidak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK –Pemutusan Hubungan Kerja.
Upaya untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia salah satunya tentu saja dengan membuat suatu lapangan kerja untuk mereka –dalam jangka pendek. Juga dengan memberikan pelatihan berupa kemampuan bakat atau skill yang perlu dikembangkan untuk menghadapi masa depan yang lebih sulit lagi. Dapat pula dengan memprioritaskan pendidikan yang diambil yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki. Selain itu perlu juga dalam membatasi pertumbuhan penduduk yang setiap tahunnya terus meningkat. Sedangkan strategi jangka panjang seperti pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah melalui kebijakan desentralisasi. Hal ini dinilai sangat membantu menyerap orang-orang yang menganggur tetapi kreatif dan menjadi pereda di tengah pasar global. Jika ternyata hal ini dapat menjawab sebagian dari masalah pengangguran yang di hadapi bangsa ini, maka sudah waktunya hal ini didukung oleh pemerintah dengan menyiapkan anggaran. Anggaran ini bisa digunakan untuk dijadikan modal pengembangan usaha ekonomis produktif bagi pekerja-pekerja informal serta bisa dijadikan modal untuk merintis usaha baru.

Ilmu sosial dasar Regional


Tulisan Ilmu Sosial Dasar
Regional (ASEAN)

Kemiskinan Jadi Masalah Sosial Utama Kawasan ASEAN

Berdasarkan informasi dan bertukar pengalaman dalam konferensi internasional mengenai isu-isu kesejahteraan sosial lingkup ASEAN, kemiskinan menjadi masalah sosial utama di negara-negara anggota. "Setelah pertemuan ini, ternyata permasalahan di negara-negara ASEAN hampir sama yaitu masalah kemiskinan," kata Sekjen Kementerian Sosial Toto Utomo Budi Santosa di Jakarta, Jumat.
Kementerian Sosial menjadi penyelenggara konferensi internasional mengenai isu-isu kesejahteraan sosial yang berlangsung sejak Kamis (27/10) diikuti seluruh perwakilan negara ASEAN dan sejumlah negara sahabat. Konferensi tersebut merupakan ajang pertukaran informasi dan pengalaman mengenai penanganan masalah sosial di negara masing-masing sehingga yang dianggap sukses dalam penanganannya bisa berbagi informasi dengan negara lain.

Dari pertemuan selama dua hari itu selain bertukar pengalaman tentang penanganan masalah sosial, juga telah menghasilkan enam hal yang akan ditindaklanjuti.
Hal yang akan ditindaklanjuti yaitu membahas rencana kerjasama dalam bentuk MoU antara Kementerian Sosial dengan negara-negara sahabat seperti Turki, Inggris, Fiji, China dan Jerman serta Timor Leste. Selain itu, menindaklanjuti LoI untuk pembahasan MoU antara Kementerian Sosial dengan Inggris dalam bidang pertukaran informasi dan pemberdayaan masyarakat dengan Fiji. Juga inisiatif untuk bekerja sama pengembangan SDM pekerja sosial dengan Timor Leste. Serta mendapat dukungan program dari Pemerintah Jerman untuk belajar tentang jaminan sosial. Serta pertukaran informasi dan membahas beberapa hal masalah-masalah lanjut usia dan anak jalanan dengan Pemerintah China. Toto menambahkan, dalam konferensi internasional itu juga terdapat beberapa masalah sosial yang menjadi prioritas untuk dibahas yaitu masalah kemiskinan, kecacatan, lanjut usia dan korban bencana alam. "Kita belajar dari permasalahan-permasalahan yang dialami masing-masing negara dan kelebihan-kelebihannya sehingga bisa saling belajar," ujar Toto.
Direktur Jenderal (Dirjen) Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Makmur Sunusi mengatakan, melalui konferensi tersebut dicari cara yang efisien dan efektif dalam pelayanan yang menjadi isu-isu sosial. "Kita mencari permasalahannya termasuk SDM dan model penanganannya. Dalam pertemuan ini kita mencoba mengelaborasi pengalaman-pengalaman dari negara-negara lain," kata Makmur. Ia mencontohkan negara Fiji, dengan populasi yang lebih kecil dari Indonesia tapi memiliki pendapatan lebih besar dalam penanganan masalah kemiskinan di negara itu memanfaatkan teknologi komunikasi telepon seluler untuk memberikan bantuan.

pengertian sila ke ketiga

3.Sila Ketiga : Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh, tidak terpecah belah; persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Jadi, persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia ini bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indoneia merupakan factor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidaklah sempit (chauvinistis), tetapi dalam arti menghargai bangsa lain sesuai dengan sifat kehidupan bangsa itu sendiri.
Hakikat pengertian di atas sesuai dengan :
a. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia….”
b. Pasal-pasal 1, 32, 35, dan 36 UUD 1945.
c. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, memberikan petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila “Persatuan Indonesia” sebagai berikut :
(1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepe3ntingan pribadi atau golongan.
(2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
(3) Cinta tanah air dan bangsa.
(4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah air Indonesia.
(5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tungga Ika.

sumber : http://moeviccloes.blogspot.com/2010/10/hakikat-pengertian-pancasila-sila_25.html

Makna sila Pancasila Pertama


Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
  1. Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
  2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
  3. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
  4. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
  5. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
  6. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  1. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
  2. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
  3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
  1. Nasionalisme.
  2. Cinta bangsa dan tanah air.
  3. Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
  4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
  5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
  1. Hakikat sila ini adalah demokrasi.
  2. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
  3. Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
  1. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
  2. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
  3. Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.
Sikap positif terhadap nilai-nilai pancasila
Nilai-nilai Pancasila telah diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu , mengamalkan Pancasila merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia.
Sikap positif dalam mengamalkan nilai-nilai pancasila.
  1. Menghormati anggota keluarga
  2. Menghormati orang yang lebih tua
  3. Membiasakan hidup hemat
  4. Tidak membeda-bedakan teman
  5. Membiasakan musyawarah untuk mufakat
  6. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
  7. Membantu orang lain yang kesusahan sesuai dengan kemampuan sendiri (sumber : http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=82096582276347916#editor/target=post;postID=8619789827396726294)